Senin, 24 September 2012

Antara Tuhan & Che Guevara



















Apa jadinya jika apa yang kita percaya ternyata salah?
Beranikah kita berubah?
















CHE HARTO

Ia meminta namanya ditulis dengan menggunakan nama samaran CHE HARTO. Dari sekian banyak orang yang telah mengubah haluan hidupnya, Che Harto adalah cerita unik. Ia telah mengubah ideologinya.

Dari nama samaran yang ia pilih, kita bisa mulai menebak, perubahan apa kira-kira yang telah ia putuskan bagi hidupnya. Ia telah mengubah haluan ideologi politiknya 180 derajat. Dari aktifis kumal yg rajin menghujat kapitalisme, hingga sekarang berubah menjadi eksekutif berdasi yang bekerja untuk sebuah perusahaan Amerika.

"Saya pernah ikut rapat gelap mahasiswa 8 kota di sebuah desa di jawa tengah. Waktu itu kita sedang menyusun rencana, menggulung rezim Orde Baru," kenang Che Harto. "Situasinya sudah seperti adegan film G 30 S PKI saja, di mana orang-orang komunis sering bertemu secara gelap di rumah-rumah bambu milik petani. Beberapa bulan setelah itu, terjadilah gelombang demo besar-besaran menuntut Soeharto mundur. Dan dia benar-benar mundur," ujarnya di iringi seringai khas kalangan aktifis.

Tentu Che Harto dan 8 kotanya bukan satu-satunya partisan yang membobol kekuatan Orde Baru. Namun, ia jelas berseberangan dengan segala kebijakan kapitalistik Orde Baru. Di kalangan teman-temannya, ia dikenal sangat militan dan seorang yang berbakat menjadi pemimpin.

Semasa menjadi aktifis ia selalu menolak segala bentuk suap agar ia menghentikan kegiatannya. Ia menolak konsumerisme, hedonisme, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan mall dan shopping. Seperti banyak aktifis lainnya, ia mengusung bendera sosialisme kerakyatan dan mengidolakan Che Guevara sebagai patronnya. Buku wajibnya adalah Tetralogi Bumi Manusia dan lebih memilih kepahlawanan Tan Malaka dari pada Soekarno.

Sebelumnya, tidak pernah terbayang di dalam kepalanya akan bekerja melayani negara-negara angkuh pengusung kapitalisme. Kini ia adalah orang yang 100% berubah. Che Harto ini bekerja di belakang meja, mengenakan dasi, dan berbicara dalam bahasa inggris untuk urusan bisnis.

Ia menggunakan handphone Sony Erickson, komunikator Nokia, dan mengendarai Toyota. Makan siang di Tony Roma's, dan melepas penat di Hard Rock Cafe. Teman-temannya nyaris tak mengenalinya lagi. Che Harto yang dulu amat Che Guevara, kini sudah sangat hedonis, konsumtif, dan sangat Amerikanis. Ia bekerja di sebuah perusahaan negara adidaya itu, negara yang dulu dikutuk dan di hujatnya.

Setiap orang yang dulu mengenalnya, jadi bertanya-tanya :
- Kemana aktifis idealis yang dulu selalu berapi-api menentang Amerika itu?
- Kenapa ia bisa berubah sedramatis itu?

Apa kira-kira alasan yang akan dikemukakan eks aktifis mahasiswa yang telah melahap habis buku Di Bawah Bendera Revolusi ini?

Che Harto menjawab, "Di era serba global ini, Che Guevara sudah mati. Pilihannya adalah mengulang romantisme sejarah kelam sosialisme, atau meraih masa depan bersama badut-badut kapitalisme ini," ujarnya berusaha diplomatis.

"Hidup, " ujar Che Harto "adalah sebuah pilihan, " kali ini ia terdengar seperti iklan pasta gigi, "dunia yang kita tinggali ini bukan lagi merupakan himpunan ideologi yang mesti dipertahankan. Hidup seperti perumahan. Kita harus pilih yang terbaik di antara yang baik-baik saja. Jadi, kenapa harus pilih sosialisme yang tak pernah berhasil menjawab tantangan zaman kalau ada pola hidup yang lebih realistis ketimbang idealistis?" ujarnya retorik dengan sisa-sisa bahasa aktifisnya.

DONALD TUKUL

Che Harto tidak sendirian. Ada beberapa contoh lagi aktifis yang sering disebut-sebut idealis akhirnya mengubah ideologi politiknya dalam hidup. Sebutlah namanya Donald Tukul (nama samaran). Mantan aktifis yang gemar menghisap djie sam soe ini pada akhirnya harus pergi ke negara produsen marlboro.

Seusai runtuhnya rezim Soeharto dan tak jelasnya arah pergeseran reformasi, Donald Tukul berangkat ke negeri paman sam unutk mengkais rejeki. Ia bekerja di sebuah pabrik yang mengolah cengkeh menjadi rokok. Bukan sebagai eksekutif, tapi sebagai pegawai yang melakukan pekerjaan monoton (bahasa kasarnya : buruh).

Sebelumnya, Donald Tukul adalah aktifis yang rajin ikut menangani isu hak-hak buruh. Bersama sebuah partai yang memang di kenal rajin membela dan memprovokasi buruh, Donald Tukul mengikat kepalanya dengan kain merah bergambar simbol perjuangan buruh. Pada saat itu Donald Tukul adalah harapan bagi kaum buruh. Kini Donald Tukul tidak bisa berharap banyak selain menjadi buruh di negara yang dulu paling di bencinya.

"Saya meninggalkan apa yang pernah saya percayai di masa silam. Tidak semua orang harus setia pada apa yang di pegang teguh sebelumnya. Apa lagi jika yang di pegang itu adalah sesuatu yang bukan jalan keluar terbaik," ujar Donald Tukul. Ia mengatakan itu dengan penekanan pada kalimat "jalan keluar terbaik". Seolah hendak menyampaikan bahwa yang dia lakukan sekarang ini adalah jalan keluar terbaik. Dan itu berarti bukan memperjuangkan kelas buruh lagi.

"Bekerja sebagai tenaga kerja di Amerika telah berhasil mengangkat taraf hidup keluarga saya menjadi lebih makmur. Tidak ada jalan keluar yang lebih baik dari pada itu. Bukannya saya tidak percaya pada sosialisme, tapi di indonesia kita harus menunggu lebih lama dari waktu hidup kita," ujar Donald Tukul yang lahir tahun 1976 kini telah meluncur di atas Honda Stream dan membeli rumah di perumahan dengan klaster-klaster bernuansa Eropa.

Baik Che Harto dan Donald Tukul mengakui bahwa mereka mengalami cobaan-cobaan yang tidak ringan dimasa-masa awal perubahan ideologinya. Che Harto bukan saja tidak tahu bagaimana cara menggunakan dasi, tapi ia juga tidak mengerti bagaimana caranya harus selalu berorientasi pada penghematan dan keuntungan. Rapat gelap berganti dengan general meeting, jargon-jargon perjuangan berganti dengan jargon-jargon pemasaran.

Sementara Donald Tukul merasa menjadi objek orang orang yang selama ini telah di belanya. Tak ada lagi aksi, yang ada hanya kerja, kerja, kerja!

Che Harto dan Donald Tukul setuju bahwa, "Tak ada perubahan yang mudah. Namun, jika kita percaya pada apa yang kita jalani sesuai hati nurani, semuanya akan menyenangkan," ujar Che Harto dan Donald Tukul kurang lebih sama.

Che Harto dan Donald Tukul adalah secuil kisah orang-orang yang secara dramatis telah mengubah haluan hidup mereka. Mereka mungkin bukan contoh-contoh yang heroik buat orang lain, tapi setidaknya bisa hidup damai dengan mengubah hidupnya dalam sebuah pilihan lain.

Jika benar apa yang di katakan iklan sebuah pasta gigi bahwa "hidup adalah sebuah pilihan", jangan-jangan apa yang kita percayai selama ini harus di pertanyakan lagi, siapa tahu ada pilihan yang lebih baik.

(The Innocent Rebel; Sisi Aneh)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar