Berpose sambil diabadikan dengan beberapa kali jepretan memakai telepon genggam berkamera. “Hari gini kagak narsis, ke laut saja yang jauh!” tukasnya sambil tertawa cekikikan. Sebentar kemudian, sibuk mengunduh aneka pose tersebut ke beberapa situ jejaring sosial miliknya lengkap dengan kalimat. “Narsis habis biar lebih ngeksis,” celetuknya.
Menurut psikolog Retno Pudjiati, kata narsis berasal dari cerita Yunani. Yaitu, tentang seorang pemuda bernama Narcissus yang kabarnya sangat sangat ganteng dan suka memuji dirinya sendiri. Si Narcissus ini selalu menolak cinta banyak gadis dan dikenal sebagai pemuda yang tak gampang kena tunduk rayu beracun para wanita. Hingga suatu saat, dia menolak cinta Echo dan membuatnya patah hati. dalam keadaan patah hati inilah kabarnya Echo bersumpah serap dan mengutuk Narcissus hanya jatuh cinta pada bayangannya sendiri di air kolam. “Cerita tersebut menjadi salah satu pembenaran tentang arti narsis,” ujarnya.
Retno menuturkan narsisme dianggap sebagai suatu perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Biasanya, orang seperti ini selalu tidak percaya diri berada di depan umum. Namun anehnya, mereka ini suka menunjukkan koleksi gambar atau foto-fotonya sendiri didepan umum dan bahkan pada gambar atau foto tersebut sering menampilkan sisi kemolekan dari tubuh si empunya, terlepas dari indah atau tidaknya bentuk tubuh mereka. “Para narsisme ini sering memperlakukan diri sebagai model dan sering sekali mendapatkan pujian. Nah, hal inilah yang menyebabkan mereka merasa percaya diri hingga akhirnya berlebihan.”
Pada Buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Fourth Edition) yang mengatakan individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsissistik bila ia sekurang-kurangnya memiliki lima dari sembilan ciri kepribadian sebagai berikut:
- Grandiose view of one’s importance, arrogance : Yaitu merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki dan ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar (prestasi) dan harta benda.
- Preoccupation with one’s success, beauty, brilliance : Dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati.
- Extreme need of admiration : yang berarti memiliki kebutuhan yang eksesif untuk dikagumi.
- Strong sense of entitlement : atau merasa layak untuk diperlakukan secara istimewa dan merasa orang lain harus mau berkorban buat dirinya.
- Lacks of empathy : atau kurang empati atau senang bila orang lain lebih menderita dari dirinya.
- Tendency to exploit others : yaitu mengeksploitasi hubungan interpersonal.
- Envy of others : yang berarti seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya.
- Shows arrogant, haughty behavior or attitudes : disimpulkan sebagai sikap angkuh dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain.
- Believe that she or he is special and unique : yang berarati percaya bahwa dirinya adalah spesial dan unik.
“Lucunya ketika dihadapkan pada orang lain yang sukses, mereka (para narsisme) ini bisa merasa sangat iri hati dan arogan dan akan melakukan segala daya upaya untuk meghancurkan kesuksesan orang lain tersebut tidak peduli sah atau illegal atau dengan menfitnah, menurut mereka all is fair in war and love. Dan karena mereka sering tidak mampu mewujudkan harapan harapannya sendiri, mereka sering merasa depresi,” demikian kutipan penjelasan yang terangkum pada buku Abnormal Psychology.
Postingya bagus, tapi warna warni hurufnya malah bikin mata pedih dan sulit dibaca
BalasHapusGanti tulisan aja yg biasa2 aja
BalasHapus