Minggu, 23 September 2012

Syiah Indonesia Berpotensi Seperti Di Yaman

















Serangan kelompok Syiah terhadap Sunni di Yaman Desember lalu menyisakan kekhawatiran tersendiri bagi Farid Achmad Okbah. Pertikaian tersebut juga membawa korban jiwa santri asal Indonesia yang sedang menuntut ilmu di sana. Mungkinkah hal serupa terjadi di tempat-tempat lain yang membuka kesempatan luas terhadap perkembangan Syiah, termasuk Indonesia? Dalam benaknya, tidak mustahil hal tersebut akan terjadi. 

Ustadz Farid, demikian ia biasa disapa, memiliki alasan. Menurutnya, sikap berani Syiah di Yaman tidak semata-mata muncul begitu saja. Kelompok ini pun awalnya berupa pengajian-pengajian biasa dan yayasan, hingga kemudian bermetamorfosis menjadi kekuatan bersenjata. “Tentu saja itu bisa terwujud karena bantuan dari Iran dan Hizbullah di Libanon,” terangnya. 

Pola seperti itu hampir sama dengan yang saat ini berlaku di Indonesia. Dalam pengamatannya, di Indonesia saat ini kelompok Syiah telah memiliki 300 lebih yayasan dan dua ormas, yakni Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) dan Ahlul Bait Indonesia (ABI). Khusus kedua ormas ini, terang Faridz, memiliki kesamaan. “Keduanya sama-sama Rafidhah, yakni tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Utsman bin Affan,” katanya.

Walhasil, tutur Farid, semestinya tokoh-tokoh umat Islam di Indonesia lebih serius mewaspadai gerakan Syiah. Mereka sudah ada di berbagai kalangan, seperti politisi, ulama, tentara, dan intelektual. “Jangan sampai paham mereka memecah belah umat. Sangat jelas penyimpangan-penyimpangan yang ada dalam tubuh Syiah,” papar Farid.

Karena itu, keprihatinan pria kelahiran Bangil, Jawa Timur ini, tidak semata menakut-nakuti. Selain telah banyak mengkaji kitab-kitab tentang penyimpangan Syiah yang ditulis langsung oleh mantan ulama Syiah, ia juga meneliti Syiah secara langsung pada kitab-kitab rujukannya. Hasil dari pengkajian itu, tentu saja tidak ia nikmati sendiri. Sebagai seorang dai, ia kemudian menyebarkan hasil kajiannya itu melalui buku-buku kecil maupun daurah (pelatihan). Dalam bentuk buku, biasanya Farid mengolahnya bersama rekannya, Ustadz Amin Jamaluddin di Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI). Di lembaga yang banyak meneliti aliran-aliran sesat ini, Farid duduk sebagai staf ahli.

Sementara itu, dalam bentuk daurah yang biasanya kerap diadakan di Pesantren Al-Islam Bekasi, Jawa Barat ini, diikuti oleh banyak dai-dai muda dari berbagai daerah. “Bahkan di pesantren-pesantren NU di Jawa Timur pun kita sering mengadakan pelatihan untuk menangkal Syiah,” aku Farid. Ia berharap dengan cara ini umat Islam dapat dengan cepat menangkal pergerakan Syiah di Indonesia. Meski begitu rasa miris tidak dapat ia tutupi. Pasalnya, masih ada ulama yang menjadi pendukung kelompok Syiah.

Awal Desember 2011 lalu, lulusan LIPIA Jakarta ini, berkenan menerima wartawan Majalah Suara Hidayatullah, Ahmad Damanik, Surya Fachrizal, dan fotografer, Muhammad Abdus Syakur, untuk berbincang-bincang seputar Syiah. Wawancara berlangsung di sebuah masjid di kawasan Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat. Berikut petikan wawancaranya. Selamat membaca.*

Syiah-Sunni di Yaman baru saja pecah konflik. Bagaimana Anda menanggapi situasi ini berkaitan dengan perkembangan Syiah di Indonesia?

Saya kira Syiah semakin menunjukkan keasliannya. Itu terlihat pada acara memperingati Asyura di Komplek Halim Perdana Kusuma (Jakarta). Dalam acara itu, orang yang kita kirim menemukan selebaran dan sebuah tabloid yang keduanya mempromosikan Syiah. Di situ juga kita temukan buku bacaan doa dan zikir yang mengandung laknat kepada para Sahabat. Yang saya sesalkan, media milik Dewan Masjid Indonesia juga ikut mempromosikan Syiah.

Belum lagi, pembelokan makna puasa pada 9 dan 10 Muharram yang mereka sebar di masyarakat. Menurut mereka, puasa pada dua hari itu merupakan ajaran Bani Umayah untuk memperingati kematian Husein, cucu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW). Padahal kita, Ahlu Sunnah, menjalankan itu atas dasar Sunnah Rasulullah SAW. Mereka ingin mengatakan bahwa Ahlu Sunnah ini merujuk pada Bani Umayah, sementara Syiah merujuk pada Ahlul Bait.

Bagaimana menurut Anda dengan cara-cara Syiah yang demikian?

Ini menandakan umat Islam sudah kecolongan. Jelas sekali maksudnya mengadu domba. Ajarannya sudah sangat meresahkan, karena sudah menunjukkan permusuhan. Kalau ini dibiarkan, maka akan berkembang seperti Bahrain atau Yaman.

Di Yaman, dulu bentuknya persis sama dengan di Indonesia, yakni majelis taklim, yayasan, dan pengajian. Tapi kemudian ujung-ujungnya mereka angkat senjata. Begitu pula dengan di Bahrain dan Pakistan. 

Tentu itu memerlukan waktu yang lama bagi mereka untuk berlaku demikian?

Betul, tapi memang gerakannya sama. Di samping itu, mereka juga didukung oleh Iran dan Hizbullah di Libanon. Kalau tidak diwaspadai, Syiah di Indonesia bisa menyusul seperti yang di Yaman. Kita bukan bermaksud menakut-nakuti, tetapi itu sudah terbukti.

Secara umum, bagaimana pandangan para tokoh Islam menanggapi Syiah?

Ada sejumlah tokoh kita sepertinya masih ragu-ragu bahwa Syiah di Indonesia itu ekstrim atau Rafidhah. Mereka menganggap Syiah di Indonesia termasuk moderat. Itu keliru banget.

Maksud Anda?

Tidak ada satu pun indikasi yang menyatakan bahwa mereka termasuk Syiah moderat. Buktinya, saat mengadakan hari Asyura, mereka mengeluarkan selebaran yang melaknat para Sahabat. Jadi apa yang dikatakan sebagai Syiah moderat itu hanya omong kosong saja.

Anda mempertanyakan langsung kepada kalangan Syiah?

Akhir November lalu, saya berdialog dengan perwakilan IJABI. Saya pertanyakan, “Kalian Syiah siapa? Mewakili Siapa?”

Anda banyak menelaah buku-buku yang ditulis oleh mantan ulama Syiah. Bagaimana pandangan mereka?

Buku-buku ini kita gunakan jika bicara tentang Syiah, dan ini mengagetkan kelompok IJABI saat kami berdialog. Buku-buku ini ditulis oleh ulama besar Syiah yang sadar. Ada beberapa buku, antara lain yang ditulis oleh Ayatullah ‘Ujma Abu Fadhl Al-Burqai dari Iran. Dia menulis kitab yang membongkar rujukan utama Syiah yang namanya Ushul Kahfi. 

Ada juga kitab dari Ayatullah Syariat Syinkildhi yang mengungkap rahasia penyimpangan Syiah.

Ada juga ulama dari Bahrain namanya Al-Huzaibi menulis kitab yang artinya berjudul “Saya beruntung mendapat para Sahabat, tapi tidak rugi kehilangan Ahlul Bait”.

Apa yang dijelaskan dalam buku-buku tersebut?

Banyak penyimpangan, salah satunya soal jumlah riwayat Hadits Ahlul Bait. Syiah mengaku penghitung Ahlul Bait: Ali RA, Fatimah, Hasan, dan Husein. 

Tapi, saat ulama mengecek dalam kitab Syiah, hanya ada riwayat sebanyak 690 riwayat, itu pun tak ada satu pun dari Fatimah Az-Zahra. Kok sedikit? 

Inilah yang harus dipertanyakan kepada kalangan Syiah. Bisa jadi ini manipulasi orang-orang tertentu sehingga dinisbatkan kepada imam-imam setelahnya. Makanya, kita tidak temukan riwayat Syiah yang mencatat ajaran Ahlul Bait di masa Rasulullah SAW masih hidup atau masa Ali RA yang dicatat oleh imam-imam itu.

Artinya, Syiah ini ajaran yang tidak utuh, hanya comot sana comot sini. Kalau kita bandingkan dengan Ahlus Sunnah, Hadits yang diriwayatkan Ali bin Thalib sebanyak 1.600 buah. Sementara, Hadits yang diriwayatkan Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Utsman bin Affan ada 1.500 riwayat.

Dan itu bisa dibuktikan dari Musnad Imam Ahmad. Pada juz pertama, Abu Bakar, Utsman, dan Umar. Pada juz kedua semuanya Ali bin Abi Thalib. 

Pertanyaannya siapakah yang paling mengikuti Ahlul Bait? Apakah Ahlus Sunnah atau Syiah? Artinya, mereka mengutip Hadits sesuai kebutuhan mereka?

Iya, sesuai dengan kebutuhan mereka saja. Makanya, banyak ditemukan benturan antara riwayat satu imam dengan imam lainnya. Itu mencapai seribu lebih riwayat yang berbenturan. Ini menunjukkan bahwa Syiah ini bukan dari Ahlul Bait.

Lantas dari mana sumber Ahlul Bait?

Semua ini karangan orang-orang Persia (Iran). Dalam rujukan Syiah, tidak ditemukan pengumpul riwayat dari orang Arab, semuanya dari Persia, seperti, Al-Khulaimi, Al-Majlisi, dan At-Tusi.

Tapi kok diklaim memakai nama Ahlul Bait?

Inilah yang menipu banyak umat Islam Indonesia, karena mereka ini tidak menonjolkan Syiahnya, tapi ditonjolkan Ahlul Baitnya. Sehingga banyak orang yang tidak tahu, akhirnya tertipu dengan ajakan seperti itu.

Apa motifnya?

Politik. Syiah itu muncul akibat dari politik. Tidak lebih dari itu.

Maksudnya?

Politik masa itu sampai sekarang. Dengan gerakan itu mereka ingin menguasai dunia dengan menggunakan mazhab Syiah.

Bagaimana peran Persia sehingga mempunyai pengaruh?

Pada masanya, kekuatan Persia pernah tumbang di masa Umar bin Khaththab. Umar dianggap sebagai bagiaan kekuatan yang menumbangkan Persia. Akhirnya, dirancang pembunuhan Umar yang dilakukan oleh Abu Lu’lu seorang Majusi. Sampai sekarang kuburannya ada di Iran dan diperingati kematiannya sebagai seorang pahlawan besar yang telah berhasil membunuh Umar. Jadi ini seperti balas dendam.

Orang Persia terbagi tiga: masuk Islam secara benar, menolak Islam dan ragu-ragu. Yang ragu-ragu inilah yang berpenampilan seperti Islam, tapi menghancurkan Islam dari dalam.

Ada campur tangan pihak lain?

Sebagian ulama mengatakan bahwa ini tidak lain adalah grand strategi Yahudi. Kalau Kristen mereka tanam Paulus. Kalau dalam Islam ditanam Abdullah bin Saba, Yahudi juga. Meskipun orang-orang Syiah menepisnya, karena dianggap tokoh fiktif. Tapi dalam riwayat-riwayat Syiah, itu menunjukkan tokoh nyata. Ada enam riwayat yang menunjukan bahwa Abdullah bin Saba ini sebagai pendiri.

Kembali ke mantan ulama Syiah. Apa lagi yang dijelaskan dalam kitab mereka?

Banyak, rukun iman dan rukun Islamnya sudah berbeda dengan kita. Jalaluddin Rakhmat menyebutkan dalam buku yang disebarkan oleh IJABI, bahwa rukun iman dan Islam yang diyakini Ahlus Sunnah itu formulasi ulama. Itu bohong! Rukun Iman dan Islam kita berasal dari Imam Ahlul Bait, yakni Rasulullah SAW.

Sedangkan rukun Iman Syiah: At-Tauhid, Al-Adl, An-Nubuwah, Al-Imamah, Al-Ma’ad. Kalau kita tanyakan dalil Qur’an dan Haditsnya akan kalang kabut mereka, karena memang itu bukan dari al-Qur’an dan Sunnah.

Saya protes keras kepada Quraish Shihab. Beliau begitu semangatnya merangkul Syiah dan memberikan justifikasi kepada Syiah untuk berkembang di Indonesia. Padahal, kita tahu kalau perkembangan Syiah dibiarkan di Indonesia, korbannya tidak hanya Ahlus Sunnah. Ke depan akan menjadi ancaman dari segi kekerasan, sebagaimana terjadi di Yaman.

Kalau di Yaman polanya sama dengan di Indonesia, berapa lama lagi mereka lebih berani menampakkan diri?

Saya baca sebuah laporan di Tabloid Intelijen, ternyata pemuda-pemuda Syiah sudah melakukan pelatihan semi militer di daerah Puncak. Di banyak tempat mereka juga mulai melakukan pengancaman kepada saya. Ini menunjukan sudah adanya gerakan kekerasan.

Kalau ditanyakan berapa lama lagi mereka mampu menggalang kekuatan, kalau dibiarkan seperti sekarang, mungkin 5-10 tahun lagi sudah bisa dilihat perkembangan yang mereka siapkan. 

Apalagi mereka juga sudah bisa menggunakan tempat-tempat militer. Juni 2011, deklarasi ABI diadakan di Markas AL di Cilandak. Jadi sepertinya ada perlindungan dari institusi tersebut. Kemarin (6/12/2011 -red), mereka melakukan acara di Ardhya Garini, Halim, sebuah komplek AU. Mungkin juga mereka nyewa, tapi itu tidak mungkin tanpa ada dukungan dari orang-orang sekitar.

Seperti apa pola perekrutan anggota Syiah?

Mereka ini menggunakan doktrin. Bisa melalui pendidikan, baik dalam bentuk sekolah Islam seperti Lazuardi dan Muthahari, pesantren, perguruan tinggi, sampai pada pendidikan kader ulama. Khusus yang terakhir, jika selama ini ada di Iraq, Libanon, dan Syria, sekarang sudah ada di Indonesia. Tempatnya di Bangil, Jawa Timur.

Ada juga melalui pengajian-pengajian di Jakarta yang anggotanya sampai ratusan. Juga, mereka melakukan perekrutan melalui pendekatan personal. Bahkan hampir di semua partai ada anggota Syiah. Mereka juga gencar melalui media, buku, atau selebaran-selebaran. Mereka juga aktif di internet.

Seperti apa pendekatan personal yang Anda maksud?

Melalui silahturahim dan persaudaraan. Mereka menggunakan bahasa ilmiah dan masuk melalui filsafat dan tasawuf. Tasawuf ini sangat kuat sekali kaitannya dengan Syiah. Makanya Jalaluddin Rakhmat itu menggunakan tasawuf ke mana-mana.

Ada juga rekrutmen untuk berangkat umrah dan haji. Cara ini sekarang lagi gencar sekali, pelaksanaan umrah ke Iran dan Iraq. Yang juga patut dikhawatirkan adalah hubungan Indonesia-Iran yang semakin mesra.

Di Indonesia, apa yang harus dilakukan untuk menghadang gerakan ini?

Ada beberapa langkah, pertama, kita harus melakukan pembentengan terhadap umat Islam Ahlus Sunnah dengan pemahaman yang benar supaya tidak diracuni oleh pemahaman yang rusak. Misi ini bisa lewat ceramah, pendidikan, kajian, dan lain-lain.

Kedua, memperkenalkan umat Islam terhadap penyimpangan ajaran Syiah, sebagai suatu upaya menangkal dan waspada terhadap ajaran Syiah yang bersumber dari kitab mereka dan mantan ulama Syiah.

Ketiga, melakukan penangkalan secara langsung, di mana ada basis Syiah, di situ umat Islam harus bergerak menangkal. Tidak dengan cara kekerasan atau anarkis. Tapi dengan cara sopan, ilmiah, dan bil makruf.

Keempat, perdebatan dalam forum tertutup, terutama di kalangan ulama yang mengungkapkan rahasia mereka, karena mereka ini sudah memenuhi kriteria 7 poin dari 10 poin yang terkategori aliran sesat.

Tapi MUI sendiri belum mengeluarkan fatwa?

Belum. Di dalam MUI sendiri, masih ada ulama yang membela Syiah. Di antaranya Umar Shihab dan Quraish Shihab. Waktu saya dialog dengan IJABI, Umar Shihab mengeluarkan pernyataan bahwa Syiah itu bagian dari Islam, mazhab yang sah dan tidak masalah. Dia bilang pernyataannya bukan atas nama MUI, tapi dikasih stempel MUI. Tidak ada kop, tapi ada stempel.

Sejauh mana kita melakukan penangkalan?

Ini yang kita sayangkan, kita umat Islam lebih banyak reaktif, tidak terorganisir, dan kurang berkesinambungan. Kita berharap tokoh-tokoh umat Islam ini bergerak bersama untuk menangkal bahaya laten yang akan dimunculkan kalangan Syiah.

Satu hal yang sering dijadikan tudingan bahwa orang yang menolak Syiah adalah Wahabi?

Memang dari munculnya istilah Wahabi-Salafi, ada dua pihak yang diuntungkan; intelijen (BNPT) dan Syiah. 

Yang dirugikan umat Islam, sebab kita diadu domba. Ini bagian dari upaya mengaduk-aduk umat Islam. 

Seharusnya Ketua Umum PBNU (KH Said Aqil Siradj-red) itu lebih arif, tidak menimbulkan masalah baru dalam tubuh umat Islam. Jangan malah menebar isu dan fitnah.

* SUARA HIDAYATULLAH JANUARI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar